“…untuk negeri tercinta…”
Sepenggal
lirik yang awalnya begitu asing, tak pernah ku mendengar lirik itu saat ku di
SMK. Ku dengar dan ku kenal lirik itu di tempat ini. Sehari, seminggu, sebulan,
setahun dan hampir empat tahun berada di tempat ini, perlahan tapi pasti lirik
itu mulai terbiasa ku dengar saat ini.
“Hidup Mahasiswa!!!”
“Hidup Rakyat Indonesia!”
Dua
kalimat itu, biasa kita sebut dengan jargon atau dalam bahasa kerennya disebut tagline. Kedua kalimat itu adalah
kalimat sambutan yang juga baru ku dengar saat memasuki tempat ini. Saat aku
dan seluruh temanku yang kala itu disebut sebagai mahasiswa baru berkumpul
untuk mengikuti suatu acara yang kita semua mengenalnya Masa Pengenalan
Akademik (MPA), tepatnya MPA Universitas Negeri Jakarta tahun 2012.
Terhitung
sudah hampir empat tahun sejak berlalunya masa itu. Namun, ku masih ingat betul
bentuk Gedung Serba Guna Kampus B UNJ yang cukup luas walau menjadi sangat sempit
saat dimasuki oleh kami semua yang berjumlah ± 4000 orang. Aku juga masih ingat
riuhnya sorak sorai saat disugguhi pertujukkan dari berbagai organisai yang
dibarengi dengan tetasan keringat di dahi serta baju yang basah karana kondisi
yang panas.
Sebenarnya
bukan hanya di GSG kami disugguhi pertunjukkan seperti itu, di fakultas ku pun
falkutas ekonomi aku juga mendapat hal yang sama hanya saja organisasi tingkat
fakultas. Saat itu, sebagai sorang mahasiswa baru, tak kupungkiri
organisasi-organisasi itu membuatku akhirnya mempertimbangkan bergabung di
organisasi yang mana. Entah ada angin apa sampai aku tertarik untuk bergabung
ke salah satu organisasi. Padahal, di SMK dulu aku sama sekali tidak tertarik
organisasi. Traumaku atas organisasi diawali saat aku di SMP. Saat itu,
sebagian besar anggota OSIS di SMP ku hanya menumpang nama dan membuat berbagai
“kubu” untuk meningkatkan eksistensi mereka. Hal itu membuat berpikir
organisasi adalah hal yang tidak berguna dan membuang waktu. Namun, packaging yang menarik dari beberapa
organisasi di UNJ membuatku berpikir ulang untuk bergabung dengan suatu
organisasi. Selain itu, nasihat beberap senior yang telah ku kenal menyarankaku
untuk bergabung dengan organisasi. Mereka memberikan pernyataan-pernyataan yang
mengungkapkan kelebihan bergabung dengan organisasi.
Setelah
berpikir dan meminta petunjuk Allah akhirny ku putuskan untuk bergabung dengan
sebuah organisasi yang bernama Badan Semi Otonom Kelompok Studi Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi (BSO KSEI FE UNJ. Awalnya aku hanya ingin bergabung dengan
satu organisasi, akan tetapi ajakan seorang teman membuatku semakin bersemangat
dan memutuskan untuk bergabung pada organisasi yang lain yaitu Badan Perwakilan
Mahasiswa (BPM) Fakultas Ekonomi. Keputusanku untuk mempertimbangkan masuk organisasi
di UNJ mengubah orientasiku ke depannya di kampus hijau ini.
Aku
yang dulu fokus pada satu hal yaitu akademik, aku yang dulu hanya terkungkung
pada satu tempat yang disebut kelas, aku yang dulu mengisi waktu luangku untuk
menonton televisi atau hanya sekadar tidur, ya itulah aku yang dulu mulai
mengubah diri melalui organisasi. Ku mulai mengenal sebuah persaudaraan walau
tanpa hubungan darah, ku mulai mengenal rumah walau hanya sepetak ruangan yang
ku sebut sekretariat. Satu langkah penting itu, keputusan untuk masuk
organisasi kampus membuatku berubah tidak hanya fokus pada akademik tapi juga
pada organisasiku, membuatku tidak terkungkung pada satu tempat saja tapi bagai
burung yang dapat terbang bebas dan tentu saja mengisi waktuku dengan
perkerjaan yang jauh lebih bermanfaat baik untuk diriku sendiri maupun orang
lain serta mendapatkan keluarga baru. Itulah sepenggal kisah singkatku
bergabung dengan organisasi kampus.
Apakah
bergabung dengan organisasi berarti aku telah menjadi legislator kampus? Kawan,
legislator kampus tidak sesederhana itu. Legislator sendiri merupakan suatu
kata yang tidak asing sejak kuputuskan bergabung dengan BPM FE saat itu.
Walaupun saat itu aku tak tahu pasti apa artinya, apa esensi yang sebenarnya
dari seorang legislator. Aku hanya tahu satu hal saat itu yaitu belajar
sebaik-baiknya untuk menjadi seorang anggota organisasi yang baik. Hanya
prinsip itu yang ku pegang teguh sampai saat ini. Sebuah materi dari kakak
seniorku sekitar seminggu yang lalu menyadarkanku apa arti seorang legislator
yang sebenarnya. Memang terdengar terlambat mengetahui arti legislator yang
sesungguhnya saat ini. Tapi, bukankah terlambat lebih baik daripada tidak sama
sekali.
Kak
Ulfa atau kadang ku panggil Kak Paul merupakan senior yang memberikan materi
itu. Materi itu berjudul “Konsep Ideal Seorang Lagislator Kampus”. Dari materi
itu aku tahu bagaimana seharusnya menjadi seorang legislator. Salah satu point yang ku dapat bahwa seorang
legislator adalah orang yang mampu dan mau menyampaikan aspirasi mahasiswa. Tanpa
sadar, masuk organisasi merupakan merupakan langkah awal menjadi seorang
legislator yang sesungguhnya. Kenapa? Karena dengan masuk ke suatu organisasi berarti
kita mempunyai wadah untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa. Alhamdulillah,
ternyata keputusanku sekitar hampir empat tahun lalu tidaklah salah.
Kemudian,
kak Ulfa juga mengatakan bahwa seorang legislator sejati tidak berhenti pada
satu tahap. Legislator yang idela harus berani malangkahkan kakinya ke jenjang
yang lebih tinggi yaitu dari fakultas ke universitas. Puji syukur kembali ku
panjatkan ke Allah yang Maha Esa yang sampai detik ini masih menuntunku. Allah telah
menghidupkan keberanian dalam diriku sehingga beberapa bulan lalu aku
memutuskan untuk lanjut ke organisasi di tingkat universitas yaitu Majelis
Tinggi Mahasiswa (MTM) UNJ. Mencoba membangun rumah baru di gedung G yang dulu
sempat kutakuti karena lingkungannya yang keras.
Aku
sadar aku sudah berada di jalan yang benar untuk menjadi legislator kampus yang
ideal. Aku sudah berada pada jalan menjadi seorang legislator kampus yang
ideal. Hanya saja pekerjaan rumahku masih banyak. Legislator yang ideal bukan
hanya tentang melanjutkan organisasi di universitas namun lebih dari itu.
Amanah utama seorang legislator kampus yaitu menyampaikan aspirasi mahasiswa
secara keseluruhan baik mahasiswa yang juga mengikuti organisasi, mahasiswa
yang kuliah –pulang, maupun mahasiswa yang suka “nongkrong” di setiap sudut
UNJ. Seorang legislator sejati harus mampu mengakomodasi seluruh aspirasi
mahasiswa tersebut walaupun setiap mahasiswa pasti mempunyai aspirasi yang
berbeda.
Ku
sadari, walau aku sudah berada di jalan yang benar namun perjalananku untuk
mejadi legislator sejati masihlah panjang. Perjalanan ini merupakan perjalanan
yang tidak akan bebas dari onak dan duri. Perjalanna ini bukan perjalanan yang
lurus dan lancar naum perjalanan yang penuh kelok. Tujuan akhir menjadi seorang
legislator sejati memang bukan tujuan yang mudah. Jadi, pantaslah jika aku
harus melalui jalan panjang yang sulit. Aku percaya bahwa kemampuan manusia itu
tidak terbatas, kecilnya kemauan dalam menggapai sesuatu yang membuat
keterbatasan itu muncul. Untuk mencapai tujuan akhir menjadi seorang legislator
kampus yang sejati maka kemauan yang kuat menjadi syarat mutlak dalam usaha
pencapaian ini. Maka dari itu, jika aku menjadi legislator kampus sejati maka
aku akan dapat menjadi jembatan dalam menyampaikan aspirasi mahasiwa UNJ ke
birokrat.
~ Sekian ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar